BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota besar
menjadi agent of transformation. Sebagaimana diketahui, bahwa
modernisasi masyarakat, ditandai adanya proses transformasi besar, suatu
perubahan masyarakat segala aspeknya.
Fenomena
sufisme di tengah masyarakat yang terus beradaptasi terhadap nilai-nilai baru
seakan gerkan melawan arus transformasi. Mereka masih bertahan dengan
kepercayaan-kepercayaan tradisional dan sangat kuat mendambakan kepuasan batin.
Kesukaannya dengan berkumpul dengan sesama secara rutin dan dengan atribut khas
islam. Paham sufism adalah bagian yang melekat pada kelompok-kelompok seperti
itu. Komunitas itu disebut sebagai petualang spiritual karena sanggup
mengorbankan apa saja demi kepuasan batin. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam
membangun hubungan emosional kepada Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian
Taswuf dan Asal-usul tasawuf ?
2. Apa saja
istilah-istilah dalam Tasawuf ?
3. Apa Fungsi dan
Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern ?
4. Apa saja Perilaku-Perilaku tasawuf?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Pengertian
dan Asal-usul tasawuf.
2. Untuk mengetahui Istilah-istilah
dalam Tasawuf.
3. Untuk mengetahui Fungsi
dan Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern
4. Untuk mengetahui Apa saja Perilaku-Perilaku tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN
ASAL-USUL TASAWUF
Dari segi bahasa
terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk
menjelaskan kata tasawuf. Harun nasution dalam Abuddin nata menyebutkan lima
istilah yng berkenaan dengan tasawuf yaitu:[1]
a. Al-suffah (ahl
al-suffah), (orang yang
ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke
Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa
raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk allah. Tanpa ada unsur
iman dan kecintaan kepada allah, tak mungkin mereka melakukan hal demikian.
b. Saf (barisan), menggambarkan orang yang
selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada allah dan melakukan amal
kebajikan.
c. Sufi (suci), menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat.
d. Sophos (bahasa Yunani:hikmat), menggambarkan
keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
e. Suf (kain wol), menggambarkan orang yang
hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia.
Dari segi linguistik
(kebahasaan) dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sifat mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun pengertian
tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut
pandang yang digunakan. Ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk
mendefinisikan tasawuf.
a. Manusia sebagai
makhluk terbatas, yaitu tasawuf sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan hanya kepada allah SWT.
b. Manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, yaitu tasawuf ebagai upaya memperindah diri dengan
akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada
allah SWT.
c. Manusia sebagai
makhluk yang ber-Tuhan, yaitu tasawuf sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang
dapat mengarahkan jiwa agar setuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Tasawuf pada
intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak
yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang
kegiatan yang berhubungan dengan bidang pembinaan mental rohaniyah agar selalu
dekat dengan Tuhan.[2]
SUMBER-SUMBER TASAWUF
Di kalangan para
orientalis Barat biasanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang
membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur islam, unsur masehi (Agama
Nasrani), unsur Yunani, Unsur hindu/budha, dan Unsur persia.
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran
Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan
yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah
kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang
cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an dan al-Sunnah serta praktek
kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur'an antara lain berbicara tentang
perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan
kepada Allah (Lihat QS. Tahrim, 8),
يا أيهاالذين أمنوا توبوا إلى
الله توبة نصوحا
“hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”[3]
Selanjutnya al-Qur’an
mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia
dan harta benda (Lihat QS. Al-Fathir,5)
يا أيها الناس إنّ وعدالله حقّ
فلا تغرّنّكم الحيوة الدنيا ولا يغرّنّكم بالله الغرور
“hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah
benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan
sekali-kali janganlah syaithan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang
Allah” [4]
2. Unsur Luar Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat
sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh
adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu
kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam
masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama
tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab
yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja
orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis
mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang
yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal
dari mereka itu. Dengan demikian
adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah
akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap
yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama
universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dengan
sangat selektif Islam bisa beresonansi dengan berbagai unsur ajaran sufistik
yang terdapat dalam berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan ini maka Islam
termasuk ajaran tasawufnya dapat bersentuhan atau memiliki kemiripan dengan
ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.[5]
a. Unsur Masehi
Orang Arab sangat
menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas
dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah
buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini
diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam
adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan
bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang
kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para
pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu
berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf
berasal dari agama Nasrani.
b. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk
pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan
puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah
ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan
dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru
dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka
uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal
ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi', al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam
uraian mereka tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf
dari Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-lain sebagainya.
c. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf
dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap
fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan
mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan
roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi
Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqomat Sufiah al-Fana
tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq
Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin
Adham tokoh sufi.
d. Unsur Persia
Sebenarnya antara
Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum
ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohanj Persia telah
masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke
Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali ada
persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu Mazdaq dan
hakikat Muhammad menyerupai paham (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.
B. ISTILAH-ISTILAH
DALAM TASAWUF
1. Maqomat
Secara harfiah
maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal
mulia.[6]
Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus
ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa
Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Dalam abuddin Nata terdapat tujuh
maqomat yang disepakati, yaitu:al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al faqr,
al-shabr, al-tawakkal, dan al-ridho.[7]
a) Al-zuhud
Secara harfiah
al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Secara istilah yaitu sikap jiwa yang lebih menyukai
kehidupan akherat dan ibadah daripada keduniaan.
قل متاع الدنيا قليل و الأخرة
خير لمن اتقى ولا تظلمون فتيلا
“katakanlah kesenangan di dunia ini hanyalah
sebentar dan akherat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, dan kamu
tidak akan dianiaya sedikitpun (QS.An-nisa’:4:78)
b) Al-Taubah
Al-Taubah berasal
dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat
yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan
kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan
dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
وتوبوا الى الله جميعا ايّها
المؤمنون لعلّكم تفلحون
“dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-oarang yang beriman supaya kamu beruntung.(QS.An-nur,24:31)
c) Al-Wara
Secara harfiah
al-wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini
selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam
pengertian sufi al-wara adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat
keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
فمن اتقى من الشبهات فقداستبرأ
من الحرام
“Barangsiapa yang
dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang
haram.” (HR. Bukhari).
d) Al-Faqr
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai
oarang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi
fakir adalah merasa cukup apa yang diberikan allah kepadanya, seraya
mensyukurinya, tidak meminta yang lebih dan tidak menolak pemberian.
e) Al-shabr
Secara harfiah, sabar berarti tabah hati.
Sedangkan dalam pandangan sufi sabar merupakan jiwa yang tabah, tidak mengeluh
atau putus asa terhadap cobaan dan ujian berat yang diberikan Tuhan, dan selalu
menjalankan ibadah dengan tekun, dan menjauhi larangan Tuhan dengan kesadaran
tinggi.
فاصبركما صبر اولوا العزم من
الرسول
“maka bersabarlah kamu
seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rosul-rosul”(QS Al
Ahqof, 46:35)
f) Al-tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut
harun nasution dalam abuddin Nata adalah menyerahkan diri kepada qada dan
keputusan allah. Selamanya dalam keadaan tenteram, jika mendapat pemberian
berterima kasih, jika mendapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada qada
dan qodar Tuhan. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada hari
ini. Percaya kepada janji allah. Menyerah kepada allah dengan allah dan karena
allah.
وعلى الله فليتوكّل المؤمنون
“Dan hanyalah kepada
Allah orang-orang yang beriman bertawakal”(QS,At-Taubah,9:51)
g) Al-Ridho
secara harfiah ridho artinya rela, suka, senang. Sedang dalam pandangan sufi ridho adalah sikap jiwa yang senang dan rela menerima qada’ dan qodar Tuhan yang menimpa atas dirinya, seraya tetap beribadah kepadanya.
secara harfiah ridho artinya rela, suka, senang. Sedang dalam pandangan sufi ridho adalah sikap jiwa yang senang dan rela menerima qada’ dan qodar Tuhan yang menimpa atas dirinya, seraya tetap beribadah kepadanya.
2. Hal
Merupakan suatu keadaan jiwa yang diberikan oleh
Tuhan kepada salah seorang calon sufi yang beribadah kepadaNya, dalam bentuk
perasaan tawadhu’ (rendah hati), ikhlas, wijdan (gembira
hati), khouf (takut) bersahabat,dll. Sifatnya sementara datang dan
pergi.
Riyadhoh berarti latihan mental dengan melaksanakan zikir dan tafakkur yang
sebanyak-banyaknya serta melatih diri dengn berbagai sifat yang terdapat dalam
maqom.
Mujahadah berarti
berusaha sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah allah.
Khalwat berarti
menyepi atau bersrmedi, uzlah berarti mengasingkan diri dari pengaruh
keduniaan. Muroqobah berarti mendekatkan diri kepada allah dengan
melakukan amal ibadah wirid dan zikir. Suluk berati menjalankan cara
hidup sebagai sufi.[8]
3. Mahabbah
Yaitu suatu keadaan jiwa yang hanya mencintai Tuhan dan tidak ada lainnya
yang dicintainya. Paham ini dibawa oleh Robi’ah Adawiyah
4. Ma’rifah
Yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melimpahkan cahayanya dengan
terbukanya tabir yang menghalangi manusia melihat Tuhan. Paham ini dibawa oleh
Ghozali.
5. Fana yaitu suatu
keadaan jiwa yang telah lenyap dari sifat-sifat tercela, dosa dan perasaan
kemanusiaannya, dan yang ada hanya sifat-sifat ketuhanan dan akhlak mulia. Baqa
yaitu keadaan yang kekal yaitu setelah manusia melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaan dan perbuatan dosa. Ittihad yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa
Tuhan dan manusia dapat mencapai kesatuan rohaniyah setelah menusia melenyapkan
sifat-sifat dirinya, akhlak yang buruk dan dosa (fana’)
6. Hulul
Yaitu suatu faham yang menyatakan bahwa Tuhan dapat mengambil suatu tempat
pada diri manusia. Paham ini dibawa oleh al Halaj.
7. Wahdatul wujud
Yaitu suatu paham bahwa antara manusia dan tuhan pada hakekatnya satu
wujud. Sehingga antara keduanya dapat mencapai kesatuan wujud setelah manusia
mencapai fana dan baqa, paham ini dibawa oleh Muhyidin Ibn arabi.[9]
C. FUNGSI DAN PERANAN
TASAWUF DALAM KEHIDUPAN MODERN
Masyarakat modern terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan
modern, Masyarakat adalah suatu unit pergaulan hidup manusia (himpunan orang
yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu). Sedangan kata modern di artikan yang
terbaru, secara baru, mutakhir.Dengan demikian secara harfiah masyarkat modern
berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan
aturan tertentu yang bersifat mutakhir.[10]
Ciri-ciri
masyarakat modern antara lain:
1.
Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan
pendaat akal pikiran, daripada pendapat emosi, sebelum melakukan pekerjaan
selalu dipertimbangkan lebih dahulu untuk ruginya, dan pekerjaan tersebut
secara logika dipandang menguntungkan
2.
Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh,tidak
hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak
sosialnya secara lebih jauh
3.
Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu
adalah sesuatuyang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
4. Bersikap terbuka, uyakni mau menerima saran, masukan, baik
berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya
5. Berfikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut
fungsi dan kegunaanya bagi masyarakat.[11]
Problematika masyarakat modern antara lain:
1. Disintegrasi ilmu
pengetahuan
2. Kepribadian yang
terpecah
3. Penyalahgunaan iptek
4. Pendangkalan iman
5. Pola hubungan
materialistik
6. Menghalalkan segala
cara
7. Stres dan frustasi
8. Kehilangan harga diri
dan masa depannya[12]
Kaitannya dengan modernitas. Modernitas itu
muaranya materialistis dan ujungnya lagi lebih ke sekuler. Akhirnya terjadi
kontradiksi antara modernitas dengan sufisme itu. Masalahnya kehidupan ini
tidak bisa menghindari modernitas.karena perlu ada keterpaduan antara sufisme
dan modernitas. Modernitas sesungguhnya tidak bertentangan dengan sufi, sebab
manusia terdiri dari jiwa dan raga. Sufisme harus menjadi pembimbing
modernitas. Sufi akan mengembalikan jiwa menguasai materi, bukan sebaliknya
justru jiwa dikuasai oleh materi. Dan sebagaimana memanusiakan nilai-nilai
ketuhanan dan nilai-nilai ketuhanan itu menyatu dalam diri manusia.
Jika kita berbicara modernitas tidak akan lepas
dari rasionalitas, efisiensi, demokrasi dan pengakuan pada pluralisme dan hak
asasi manusia. Semua ini tidak bertentangan dengan tasawuf. Manusia terdiri
dari jiwa dan raga, maka kebutuhan akan hal-hal yang sifatnya material juga
harus dipenuhi. Dalam rangka memenuhi yang material seharusnya sufisme
berfungsi. Artinya, kebutuhan materi manusia dapat diatur oleh etika atau
moaral itu.
Menurut tasawuf, dunia sebagai sarana sebagai
tujuan. Orang boleh mengejar kekayaan
namun juga dianggap sebagai tujuan akhir dunia seharusnya sebagai sarana
memperkaya dan meningkatkan hal-hal yang bersifat ukhrowi. Oleh karena itu agar
sufisme bisa menjadi jalan keluar menghadapi tantangan modernitas, para pemeluk
sufi jangan lagi berprilaku eksklusif atau memisahkan diri dari modernitas.
Sebab modernitas sendiri tidak bisa dihindari atau merupakan sebuah
keniscayaan. Karena itu harus ada upaya bagaimana mengembalikan fungsi dunia
sebagai alat bukan sebagai tujuan.
Jika ada muslim membuat garis pemisah antara
sufi dengan modernitas, artinya penganut sufi tidak mau peduli dengan
modernitas, karena hal itu bentuk penyelewengan. Pendapat itu merupakan
kekeliruan besar, karena modernitas tak bisa dihindari dan manusia tak dapat
membendung kehadirannya. Yang perlu dilakukan para penganut tasawuf tetap
terlibat dalam kehidupan modern tetapi tidak terhanyut. Terjadinya kesalah
pahaman tersebut dikarenakan tasawuf urusannya dengan batin lalu hal-hal yang
lahir diabaikan. Padahal tidak mungkin kehidupan ini hanya diisi degan hal-hal
yang bersifat batin saja. Jika dipandang dari substansi yang sebenarnya,
tasawuf itu tak mengabaikan hal-hal duniawi. Hal itu bisa dilihat dari cara
pandang tasawuf terhadap dunia. Dunia adalah alat, berarti seorang penempuh
jalan sufi(spiritualitas), diperbolehkan menguasai dunia, asal jangan sampai
terhanyut namun tetap berpegangan pada etika.[13]
Munculnya tasawuf atau sufisme sebagai
alternatif yang terpilih untuk merespon kemiskinan spiritual masyarakat modern
pada saat ini. Karena bentuk kebajikan spiritual dan tasawuf telah memberikan
kepuasan dan kenikmatan yang selama ini tidak didapatkan sebelum mengikuti
ajaran tasawuf. Kedamaian yang selama ini didambakan sedikit demi sedikit dan
secara perlahan menghampiri dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kedamaian
dalam rumah tangga, antar tetangga, maupun dalm kehidupan yang lebih luas,
misal kantor. Kedamaian seberapapun kecilnya diterimanya, karena sifat-sifat
sombong dan keserakahan dapat diredamnya. Sifat-sifat tersebut dapat
dihilangkan karena mereka telah menghayati dan menyadari sepenuhnya sifat
sabar, tawakal dan ridho akan apa yang dikerjakan oleh islam yang menjadi
maqomat sebagaimana yang diajarkan dalam tasawuf.[14]
Terdapat tiga tujuan mengapa sufisme dikembangkan
dalam kehidupan modern:
1.
Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam
menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai
–nilai spiritual.
2.
Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek
esoteris(kebatinan) islam baik terhadap masyarakat islam yang mulai
melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat Barat.
3.
Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya
aspek esoteris islam, yakni sufisme adalah jantung ajaran islam.[15]
D. PERILAKU-PERILAKU
TASAWUF
1.
Ihsan merupakan posisi mulia dan derajat luhur serta tinggi
yang dicapai oleh seorang hamba mukmin ketika ia mencapai kesempurnaan iman dan
kesejatian islam. Allah SWT telah memerintahkan perilaku ihsan (kebaikan budi)
dalam satu paket induk-induk perilaku mulia yang akan menaikkan derajat mukmin
dalam hubungannya dengan tuhannya, dan meninggikan derajatnya dalam interaksi
dengan seksama sebagai sosok yang berbudi luhur. Ketika seorang mukmin telah
naik kederajat ihsan dalam beribadah, dalam menyembah Allahseolah-olah dia
melihat atau dilihat-Nya maka perilaku ihsan akan akan teraktualisasikan pula
dalam interaksinya dengan sesama manusia yang bertaburkan keluhuran budi . Ia
berbakti terhadap orangtuanya, ia perhatikan hak-hak tetangganya, dan ia
kasihin anak-anak yatim , orang-orang fakir, miskin, dan para musafir. Perilaku
ihsan dalam interaksi sosial tidak hanya bersifat aktif dengan menghadirkan
kebaikan pada orang lain.[16]
a.
Birr al-Walidain (berbakti kepada kedua orangtua)
Allah SWT telah memerintahkan berbuat baik kepada kedua
orangtua, terutama saat mereka sudah berusia lanjut, dan melarang berbuat jahat
kepada mereka. Allah juga menganjurkan untuk merendahkan diri terhadap
keduanya, yakni memperlakukannya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Allah
SWT berfirman:
فلا تقل لهما افّ
ولا تنهر هما
Artinya: “janganlah kamu sekali-kali
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka”.(QS.Al-isra’(17):23).
Rasulullah SAW juga menganjurkan berbakti terhadap orangtua
dan menempatkannya di bawah tingkatan shalat saat beliau ditanya mengenai amal
perbuatan yang paling afdhal. Diriwayatkan dari ibnu Mas’ud r.a, ia berkata:
Aku perbah bertanya kepada Rasullah SAW, “Wahai Rasulullah , apa gerangan yang
paling afdhal?” Beliau jawab,”Shalat tepat waktu”. Aku tanya lagi,”Lalu apa,
Wahai Rasulullah?” Beliau jawab “Berbakti terhadap orangtua”. Aku tanya lagi,”
Kemudian apa , wahai Rasulullah?” Beliau jawab “Jihad dijalan Allah”.Kemudian
Rasulullah SAW mendiamkanku, dan seandainya aku tanya lebih bnayak lagi,pasti
beliau akan menambahkannya.(H.R at-tirmidzi).[17]
b.
Allah SWT menganjurkan perilaku ihsan dalam memperlakukan
anak yatim dengan tidak berlaku sewenang-wenang terhadapnya dan menghardiknya,
sebagaimana larangan serupa terhadap pengemis dan kaum lemah (fakir miskin).
Allah berfirman:
فامّا اليتيم فلا
تقهر وامّا السّا ئل فلاتنهر وامّا بنعمة ربّك فحدّث
Artinya: “ Sebab itu terhadap anak
yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap oarang yang minta-minta ,
janganlah kamu menghardiknya, dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaknya kiamu
siarkan.(QS.adh-Dhuha(93):9-11).
Jika pengurus anak yatim menghayati muraqabah
Allah dalam menjaga harta milik anak dibawah umur ini, memperlakukan dan
mendidiknya dengan baik maka ia akan meraih pahala besar disisi Allah dan
tinggal berdanpingan dengan Rasulullah SAW disurga.[18]
c.
Memelihara hubungan Silaturrahim dan berbuat baik pada sanak
kerabat
من احبّ ان يبسط له
في رزقه وينسأ له في أثره فليصل رحمه
Artinya: “ Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya naka hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi”.(H.R
al-Bukhari dan Muslim).
Jika seorang mukmin berbuat baiki terhadap sanak kerabatnya,
meskipun mereka sendiri jahat terhadapnya maka maka deajadnya akan terangkat di
sisi Allah SWT karena ketegarannya menanggung derita kejahatan dan semangatnya
menyambung tali silaturrahim. Berbuat baik terhadap orang yang berbuat jahat
kepadanya akan melipatgandakan pahala bagi si baik dan menambah siksa bagi si
jahat . Diriwayatkan bagi Abu hurairah r.a, Bercerita ada seorang laki-laki
(yang terhadap Rasullah SAW dan) berkata,” Wahai Rasulullah, Saya mempunyai
kerabat. Saya selalu berupaya menyambung tali silaturrahim dengan mereka,
tetapi mereka memutuskannya. Saya selalu berupaya untuk berbuat baik terhadap
mereka, tetapi mereka menyakiti saya. Saya selalu berupaya untuk lemah lembut
terhadap mereka, tetapi mereka mengabaikan saya”. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika benar seperti apa yang kamu katakan maka kamu seperti memberimakan mereka
debu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka pertolongan Allah akan
selalu bersamamu.” (H.R Muslim).[19]
d.
Menjaga hak-hak tetangga
ما زال جبريل يوصيني
با لجار حتىظننت أنه سيراثه
Artinya: Jibril terus berwasiat kepadaku untuk berbuat baik
terhadap tetangga hingga aku mengira menetapkan hak waris untuknya (dari
tetangganya yang meninggal dunia).(H.R at-Tirmidzi).
Rasulullah SAW bahkan menafikkan kesempurnaan iman dari
orang yang jahat terhadap tentangga nya. Diriwayatkan dari Abu Syuraih r.a,
Nabi SAW bersabda : “ Demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman,
demi Allah ia tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang anda maksud ,
Wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab “ Orang yang tetangganya tidak pernah
merasa aman dari gangguanya?” Mereka bertanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan
gangguanya?” Beliau menjawab: “Keburukannya”.[20]
2.
Sabar
يا أيّها الذين أمنوا استعينوا بالصبر والصلوة إنّ الله مع
الصابرين
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman , jadikanlah sabar dan shalat sebgai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.al-Baqarah (2):153).
Orang muslim juga dituntut oleh Allah SWT untuk mengiringi
keburukan yang dilakukannya dengan perbuatan baik , dan tabah dalam menerima
hal-hal yang menyakitkan sanak kerabatnya demi memupus api permusuhan di
kalangan internal kaum muslimin. Dan penolong terbaik dalam hal ini adalah
kesabaran. Dalanm mengarungi kehidupan, setiap orang mengalami
perubahan-perubahan nasib dan kondisi antara mudah dan susah, kaya dan miskin,
sehat dan sakit.
Peristiwa dan kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup dan
kehidupan merupakan ujian dari Allah bagi hamba-hamba-Nya. Kejadian buruk yang
tak menyenangkan yang menimpa orang mukmin didunia bukanlah karena kehinaan
statusnya dihadapan Allah, Melainkan musibah tersebut sengaja ditimpakan untuk
mengangkat derajaatnya di sisi Allah dengan tambahan pahala dan ganjaran. Di
tengah kondisi kehidupan yang berubah-ubah dengan berbagai macam penderitaan
dan kepedihan , Seorang mukmin dituntut untuk tetap sabar ketika menghadapi
ujian-ujian tersebut dan tidak seyogyanya mengangankan kematian hany gara-gara
musibah yang menimpanya.
Seorang mukmin
harus memiliki keinginan yang kuat (strong
will) sebagai suplemen yang membantunya dalam menghadapi berbagai beban
kesulitan hidup. Tanpa tekad dan keinginan yang kuat, ia tdak akan mampu
bersabar menghadapinya, dan barangsiapa berusaha untuk bersabar maka Allah SWT
akan menyabarkannya. Imam al Ghozali misalnya, mengatakan:” Sabar berarti sikap
tegar pantang menyerah yang membangkitkan motif beragama menghadaapi dorongan
shahwat . Adapun yang dimaksud dengan sabar adalah beramal dengan komitmen
keyakinan sebab keyakinan mengajarkan kepadanya bahwa maksiat itu berbahaya dan
ketaatan itu bermanfaat. Selanjutnya, meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan
dan menekuni berbagai bentuk perilaku ketaatan tidak mungkin sukses tanpa
kesabaran, yaitu mendaya gunakan motivasi beragama dalam mengalahkan dorongan
hawa nafsu dan kemalasan.[21]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain
tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan bidang pembinaan mental
rohaniyah agar selalu dekat dengan Tuhan. sumber yang membentuk tasawuf itu ada
lima, yaitu unsur islam, unsur masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, Unsur
hindu/budha, dan Unsur persia.
2.
Dalam tasawuf terdapat beberapa istilah
diantaranya: maqomat yang terdiri atas:al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al
faqr, al-shabr, al-tawakkal, dan al-ridho .hal yang diantaranya: tawadhu’
(rendah hati), ikhlas, wijdan (gembira hati), khouf
(takut) bersahabat,dll. Mahabbah, Ma’rifah,dll.
3.
Pada masyarakat modern tasawuf atau sufisme sebagai alternatif yang
terpilih untuk merespon kemiskinan spiritual masyarakat modern pada saat ini.
Karena bentuk kebajikan spiritual dan tasawuf telah memberikan kepuasan dan
kenikmatan yang selama ini tidak didapatkan sebelum mengikuti ajaran tasawuf.
4.
Diantara perilaku-perilaku tasawuf yaitu Birr al-Walidain (berbakti
kepada kedua orangtua), memperlakukan anak yatim dengan tidak berlaku
sewenang-wenang terhadapnya dan menghardiknya, memelihara hubungan Silaturrahim
dan berbuat baik pada sanak kerabat,menjaga hak-hak tetangga, sabar.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,Abuddin.2006.Akhlak Tasawuf.Jakarta:PT.Grafindo Persada
Yunus, Mahmud.1990.Kamus Arab Indonesia.Jakarta:Hidakarya Agung
Fauqi,Muhammad. 2011 Taswuf Islam dan Akhlak.Jakarta:Hamzah
Sila,Adlin
dkk.2007. Sufi Perkotaan
Menguak Fenomena Spiritualitas di Tengah Kehidupan Modern.Jakarta:Balai Penelitian dan Pengembangan Agama
Jakarta
Tanpa nama. Arti
asal usul dan manfaat tasawuf. http://my.opera.com/alislam2008/blog/arti-asal-usul-dan-manfaat-tasawuf-dalam-islam
[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada,2006) hal:179
[2] Ibid, hal:180
[4] Ibid, hal:436
[5]Tanpa nama. Arti asal usul dan manfaat tasawuf. http://my.opera.com/alislam2008/blog/arti-asal-usul-dan-manfaat-tasawuf-dalam-islam diakses 17maret 2012
[6] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia
(Jakarta:hidakarya agung,1990) hlm:362
[7] Abuddin nata, Akhlak Tasawuf......hlm:93-94
[8] Ibid, hlm:204-205
[9] Ibid.. hlm:317
[10] Tanpa
nama. Arti asal usul dan manfaat tasawuf. http://my.opera.com/alislam2008/blog/arti-asal-usul-dan-manfaat-tasawuf-dalam-islam diakses 17maret 2012
[11] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf....hlm:279-280
[12] Ibid... hlm:289-293
[13] M.Adlin
Sila dkk, Sufi Perkotaan Menguak Fenomena Spiritualitas di Tengah Kehidupan
Modern (Jakarta:Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta,2007)hal:11
[14] Ibid,
hal:14
[15] Abuddin Nata, akhlak .... hlm;294
[16] Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam
dan Akhlak (Jakarta:Amzah,2011) hal:277
[17] Ibid, hlm:280-281
[18] Ibid, hlm:2892-90
[19] Ibid, hlm:291-292
[20] Ibid, hlm:292-293
[21] Ibid, hlm:298-306
Tidak ada komentar:
Posting Komentar